Pernyataan Sikap; Asosiasi Buruh Migran Indonesia-Taiwan (ATKI-Taiwan) Dalam Rangka Memperingati Hari Migran Sedunia 18 Desemb

BMI Taiwan Bersatu dan Berjuang Menuntut Perlindungan Sejati dan Kesejahteraan !!!

 

 Kami Adalah Pekerja, Kami Bukan Budak,

Buruh Migran Bukan Komonditi/Barang Dagangan

Kami adalah Buruh migran yang bekerja di Taiwan. Kami bersama buruh migran diseluruh dunia bersama-sama memperjuangkan hak-hak kami dan melawan dominasi pemilik modal (penjajahan gaya baru)

 Indonesia adalah Negara yang kaya raya dengan  sumber daya alam dan sumber daya manusia, akan tetapi kekayaan tersebut dirampok oleh penjajah asing (Imperialisme) melalui pemerintah dalam negeri sebagai kaki tangannya. Agar terhindar dari kehancurannya karena krisis  saat ini mereka semakin mengintensifkan penindasan dan penghisapannya terhadap seluruh rakyat Indonesia.

 Melalui skema penjajahan gaya baru mengakibatkan penghidupan rakyat semakin miskin dan sengsara. Dipedesaan anak-anak kaum tani dipaksa menjadi buruh migrant karena monopoli dan perampasan tanah yang semakin luas, mereka tidak mampu lagi membiayai hidupnya dan pendidikan yang semakin tinggi, di perkotaan sebagian besar harus bekerja menjadi buruh pabrik dengan tidak mendapatkan kepastian kerja karena sistem kerja kontrak/outsourching. Para pengusaha lokal dan pedagang kecil semakin tidak mampu bersaing dengan pengusaha asing karena skema pasar bebas yang dijalankan oleh pemerintah.

 Buruh Migran Bukan Komonditi/Barang Dagangan

Melalui UU No 39/2004 Buruh Migran  telah dijadikan komoditi atau barang dagangan yang bisa menghasilkan keuntungan negara dengan cara diexport keluar negeri mereka di tindas dan di peras tenaganya melalui berbagai peraturan diantaranya adalah peraturan satu jalur pintu dan dipugut biaya penempatan (Overcharging) serta kewajiban membayar asuransi melalui KTKLN. Sampai saat ini BMI tidak diberi  perlindungan serta dijadikan ajang pemerasan atau barang dagangan, terutama perempuan yang harus bekerja menjadi PRT, mereka diesploitasikan dalam kerja tidak ada batas waktu, tidak ada libur, diperbudakkan dan harus menghadapi risiko pelecehan seksual yang selalu mengancam setiap saat, banyak diantara buruh migran di Taiwan yang mengalami gangguan psikis atau penyakit depresi dan membutuhkan perawatan, namun mereka  terpaksa harus menjadi buruh migran di Taiwan hari ini.

 Mayoritas BMI adalah tulang punggung keluarga dan masyarakat, akan tetapi sebagai Warga negara Indonesia mereka tidak pernah mendapat perlindungan dari Pemerintah Indonesia maupun  Pemerintah Taiwan, mereka di exploitasi di berbagai sektor jenis pekerjaan, tanpa ada jaminan keselamatan dan hak-hak dasarnya.

 Perempuan sebagai tenaga kerja yang murah dan mudah di eksploitasi

Krisis ekonomi yang semakin tajam dan berskala internasional semakin menambah berat beban hidup BMI. Harga-harga kebutuhan pokok baik di Taiwan maupun di Indonesia semakin melambung tinggi sementara upah BMI tidak mengalami  kenaikan yang memadai. Melalui berbagai cara Pemerintah Taiwan terus mempertahankan agar upah BMI tetap murah dan mengeluarkan  pekerja informal (PRT) dari upah minimum pada tahun 2007.

 Hingga hari ini BMI hanya di upah pokok sebesar NT 15.840, dengan  potongan selama 9 bulan dan di tambah potongan-potongan lainnya yang di bebankan kepada kami. Jumlah yang tidak seberapa jika di ukur dengan melambunganya kebutuhan pokok, Selain itu BMI dipaksa bekerja dengan kondisi yang tidak manusiawi. hingga saat ini BMI tidak diperbolehkan melakukan kontrak mandiri, hal ini bertujuan untuk menjadi alat pencetak uang (potongan agen dengan bunga selangit). Tidak hanya itu, agensi dan PJTKI dengan mudah merayu majikan untuk memecat pekerjanya, sehingga BMI harus membayar potongan agen yang semakin tinggi, terjebak  dalam perbudakkan hutang. 

 Pelepasan tanggugjawab oleh pemerintah

BMI di Taiwan bekerja menjadi nelayan yang seharian bekerja di laut, selama ini masih mengacu pada regulasi pekerjaan di sektor industri atau formal, sektor formal di ketahui telah memiliki undang-undang dan peraturan yang jelas sebagai mana tertera dalam surat perjanjian kerja. Perjuangan BMI Nelayan telah di rintis sejak lama akan tetapi tidak ada penyelesaiannya yang sesuai dengan harapan. Berbagai keluhan muncul hak-hak yang terkait dokumen seperti : ARC, Askes, Surat perjanjian kerja, daftar gaji, pasport, kerja yang panjang tanpa ada batas waktu, tidak ada hari libur, potongan uang makan faktanya BMI Nelayan itu makan dan tempat tinggalnya adalah potongan gaji yang tidak adil, hal ini di alami oleh BMI Nelayan di Taiwan.

 

Pemerintah melepaskan tanggugjawab dengan tidak memberikan perlindungan sejati pada warga Negaranya yang bekerja di luar negeri. buruh migran dimanfaatkan sumber tenaga kerja murah, kontrakan dan sementara (tidak ada hak menetap). Sebaliknya peluang pekerjaan diperjual belikan oleh PJTKI atau agency maupun Negara yang bisa mendapat keuntungan tanpa memberikan perlindungan terhadap BMI itu sendiri. 

International Migran Day – Hari perjuangan Buruh Migran

Tanggal 18 Desember adalah hari migran sedunia (International Migrant Day) Selama ini telah diperingati dengan khidmat oleh rakyat di berbagai negeri, sebagai hari untuk mengenang jutaan pekerja migran yang telah berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Kami  Sebagai organisasi Buruh Migran sejati yang memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak kaum pekerja dari bangsa manapun turut berjuang untuk melawan penindasan.

Kami BMI tetap semangat dalam garis  perjuangan, bawasannya kami tidak sendirian, kami telah bersatu  kepalkan tangan dengan erat, bekerja sama dengan organisasi buruh dari kalangan, kaum laki-laki, perempuan, tua, muda dan mahasiswa, dan juga kaum professional di Taiwan, kami sangat bersyukur di beri dukungan untuk mengadakan aksi buruh migran di Taiwan hari ini untuk melawan dari segala bentuk penindasan dan perbudakan,,,!!!

Kami selaku Buruh Migran Indonesia (BMI) mengajukan beberapa tuntutan untuk perubahan sistim tata kelola yang selama ini telah merugikan bagi BMI. Kami berharap dari pihak Pemerintah Indonesia yang berada di Taiwan ( KDEI ) dan Pemerintah Taiwan untuk membuat kebijakan dalam perlindungan sebagai berikut :

 

Tuntutan Kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Taiwan :

  1. Hapuskan Overcharging (biaya penempatan);
  2. Berlakukan Direct Hiring Dengan Syarat Yang Mudah untuk sektor formal;
  3. Hapus mandatory Asuransi dan KTKLN;
  4. Hapus Penahanan Dokumen oleh agensi dan PJTKI/PPTKIS;
  5. Berlakukan Standar Kontrak sesuai dengan Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlidungan Buruh Migran dan Keluarganya dan konvensi  ILO 189;
  6. Hapus Biaya Makan & Akomodasi Bagi ABK  untuk keseluruhannya;
  7. Hapus servis agensi tiap bulannya;
  8. Masukan ABK/sektor pelaut kedalam UU Perlindungan BMI;
  9. Berikan hari Libur tetap Kepada semua buruh Migran di Taiwan;
  10. Hapus Diskriminasi Terhadap Buruh Migran ;
  11. Masukan semua sektor Buruh Migran kedalam Upah Minimum Standar Taiwan;
  12. Naikan Gaji Buruh Migran Bagi PRT;
  13. Berlakukan kontrak mandiri;
  14. Masukan kerja PRT dalam UUTKP Taiwan, (Taiwan Labor Standard Law );
  15. Berlakukan Kontrak Kerja Standar yang Melindungi Pekerja;
  16. Berikan Kebebasan Berserikat Bagi Semua Buruh Migran.

 

Demikian rilis pernyataan sikap ini kami buat dan sampaikan dalam rangka memperingati hari Migrant Sedunia yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2013.

 

Taiwan, 18 Desember 2013, 

Hormat Kami;  

Asosiasi Buruh Migran Indonesia di Taiwan ( ATKI-Taiwan )

 

Leave a comment